Berdoalah Kepadaku Niscaya Aku Kabulkan
Khubath Pertama:
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدَ الشَّاكِرِيْنَ، أَحْمَدُهُ سُبْحَانَهُ عَلَى نِعَمِهِ المُتَوَالِيَةِ وَعَطَايَاهُ المُتَتَالِيَةِ وَنِعَمِهِ اَلَّتِي لَا تَعُدَّ وَلَا تُحْصَى, أَحْمَدُهُ جَلَّا وَعَلَا وَأُثْنِي عَلَيْهِ
الخَيْرَ كُلَّهُ لَا نُحْصِي ثَنَاءَ عَلَيْهِ هُوَ سُبْحَانَهُ كَمَا أَثْنَى عَلَى نَفْسِهِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ وَسَلَّمَ تَسْلِيْماً كَثِيْرًا .
أَمَّا بَعْدُ أَيُّهَا المُؤْمِنُوْنَ عِبَادَ اللهِ: اِتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى،
Ibadallah,
Berdoa dan memohon kepada Allah Azza wa Jalla adalah sifat hamba-hamba-Nya yang shalih dan dengannya mereka dipuji dalam banyak ayat al-Qur’an.
Allah Azza wa Jalla berfirman:
إِنَّهُمْ كَانُوا يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَيَدْعُونَنَا رَغَبًا وَرَهَبًا ۖ وَكَانُوا لَنَا خَاشِعِينَ
Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka (selalu) berdoa kepada Kami dengan berharap dan takut. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu’ (dalam beribadah) [Al-Anbiya’/21: 90].
Dalam ayat lain, Allah Azza wa Jalla memuji hamba-hamba-Nya yang shalih dalam firman-Nya:
تَتَجَافَىٰ جُنُوبُهُمْ عَنِ الْمَضَاجِعِ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ خَوْفًا وَطَمَعًا وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ
Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya (karena mereka selalu mengerjakan ibadah dan shalat ketika manusia sedang tertidur di malam hari), sedang mereka berdoa kepada Allah dengan rasa takut dan harap, dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka [As-Sajdah/32:16].
Allah Azza wa Jalla juga berfirman tentang sifat-sifat ‘Ibadur Rahman (hamba-hamba Allah Azza wa Jalla yang MahaPemurah):
وَالَّذِينَ يَبِيتُونَ لِرَبِّهِمْ سُجَّدًا وَقِيَامًا ﴿٦٤﴾ وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا اصْرِفْ عَنَّا عَذَابَ جَهَنَّمَ ۖ إِنَّ عَذَابَهَا كَانَ غَرَامًا
Dan mereka adalah orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan beribadah kepada Rabb mereka (Allah Azza wa Jalla ). Dan mereka berdoa: Ya Rabb kami, jauhkan kami dari azab (neraka) Jahannam, sesungguhnya azabnya itu adalah kebinasaan yang kekal [Al-Furqan/25:64-65].
Mereka selalu berdoa kepada Allah Azza wa Jalla karena mereka mengetahui dan meyakini bahwa semua kebaikan dunia dan akhirat ada di tangan-Nya, semua kebutuhan manusia hanya Dia-lah yang maha kuasa memenuhinya, serta semua keburukan yang ditakutkan menimpa mereka hanya Dia Azza wa Jalla yang maha mampu mencegahnya. Maka dengan keyakinan ini, mereka selalu berdoa dan memohon kepada Allah Azza wa Jalla di semua waktu dan keadaan, karena kunci untuk membuka pintu-pintu kebaikan yang ada di tangan Allah Azza wa Jalla adalah dengan sungguh-sungguh memohon dan meminta kepada-Nya.
Imam Mutharrif bin ‘Abdillah bin asy-Syikhkhir rahimahullah berkata: “Aku mengingat-ingat apakah penghimpun segala kebaikan, karena kebaikan itu banyak; puasa, shalat (dan lain-lain). Semua kebaikan itu ada di tangan Allah Azza wa Jalla , maka jika kamu tidak mampu (memiliki) apa yang ada di tangan Allah Azza wa Jalla kecuali dengan memohon kepada-Nya agar Dia memberikan semua itu kepadamu, maka berarti penghimpun (semua) kebaikan adalah berdoa (kepada Allah Azza wa Jalla)”.
Senada dengan ucapan di atas, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Sesungguhnya berdoa (kepada Allah ) adalah kunci (pembuka) segala kebaikan”.
Ibadallah,
Kedudukan doa dalam Islam sangat agung, keutamaannya sangat besar dan kemuliaannya sangat tinggi, karena doa merupakan ibadah yang paling agung dan ketaatan yang paling tinggi. Oleh karena itu, banyak ayat al-Qur’an dan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menjelaskan kedudukannya yang agung dan tinggi, serta keutamaan yang besar bagi orang yang selalu mengerjakannya.
Allah Azza wa Jalla berfirman:
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ ۚ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ
Dan Rabbmu berfirman:“Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Ku-perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari beribadah kepada-Ku (berdoa kepada-Ku) akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina [Al-Mu’min/Ghafir/40: 60].
Dalam sebuah hadits yang shahih, dari an-Nu’man bin Basyir Radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Berdoa adalah ibadah”, lalu Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca ayat di atas. Maka maksud ibadah dalam ayat di atas adalah berdoa kepada Allah Azza wa Jalla.
Ayat yang mulia ini menunjukkan agungnya karunia dan rahmat Allah Azza wa Jalla kepada hamba-hamba-Nya yang beriman, karena Dia Azza wa Jalla memotivasi mereka untuk selalu berdoa kepada-Nya, yang itu merupakan kunci kebaikan diri mereka di dunia dan akhirat, dan Dia Azza wa Jalla menjanjikan pengabulan doa mereka.
Bahkan di akhir ayat ini, Allah Azza wa Jalla memberikan ancaman keras bagi orang yang menyombongkan diri dan berpaling dari berdoa kepada-Nya. Inilah makna sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam , Sesungguhnya barangsiapa yang enggan untuk memohon kepada Allah maka Dia akan murka kepadanya.
Kalau kita renungkan dengan seksama ayat yang mulia ini, kita akan dapati isyarat makna agung sehubungan dengan mulianya kedudukan berdoa kepada Allah Azza wa Jalla yaitu bahwa orang yang paling dicintai Allah Azza wa Jalla adalah orang selalu berdoa dan memohon kepada-Nya, sebagaimana orang yang enggan berdoa kepada-Nya maka dialah yang paling dibenci dan dimurkai-Nya.
Makna ini yang diungkapkan oleh Imam Sufyan ats-Tsauri rahimahullah dalam ucapan beliau, “Wahai (Dzat) yang (menjadikan) hamba yang paling dicintai-Nya adalah yang berdoa dan banyak memohon kepada-Nya. Wahai (Dzat) yang (menjadikan) hamba yang paling dibenci-Nya adalah hamba yang tidak mau berdoa kepada-Nya. Tidak ada satupun yang bersifat seperti itu selain-Mu, wahai Rabb-ku”.
Oleh karena itu, taufik dari Allah Azza wa Jalla yang merupakan sebab utama tercurahnya semua kebaikan dunia dan akhirat bagi seorang hamba, kunci utama untuk mendapatkannya adalah berdoa dengan sungguh-sungguh dan memperlihatkan rasa butuh yang sangat kepada Allah Azza wa Jalla .
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Kalau semua kebaikan asalnya (dengan) taufik yang itu adanya di tangan Allah (semata) dan bukan di tangan manusia, maka kunci (untuk membuka pintu) taufik adalah (selalu) berdoa, menampakkan rasa butuh, sungguh-sungguh dalam bersandar, (selalu) berharap dan takut (kepada-Nya). Maka ketika Allah telah memberikan kunci (taufik) ini kepada seorang hamba, berarti Dia ingin membukakan (pintu taufik) kepadanya. Dan ketika Allah memalingkan kunci (taufik) ini dari seorang hamba, berarti pintu kebaikan (taufik) akan selalu tertutup baginya”.
Bahkan lebih dari itu, berdoa kepada Allah Azza wa Jalla dengan merendahkan diri dan menampakkan rasa butuh kepada-Nya merupakan wujud al-‘ubudiyah (penghambaan diri) seorang hamba kepada Allah Azza wa Jalla, sekaligus merupakan pengakuan terhadap agungnya sifat rububiyah Allah (menciptakan dan mengatur alam semesta beserta isinya) serta sifat-sifat kesempurnaan-Nya yang lain.
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Allah memerintahkan kepada hamba-Nya untuk berdoa dan memohon kepada-Nya untuk menampakkan kedudukan al-‘ubudiyah (penghambaan diri), kebutuhan dan ketergantungan (hamba tersebut kepada Allah Azza wa Jalla), serta dalam rangka pengakuan agungnya (sifat) rububiyah (menciptakan dan mengatur alam semesta beserta isinya), sempurna kemahakayaan dan kemahaesaan-Nya dalam (melimpahkan) karunia dan kebaikan (kepada hamba-hamba-Nya), dan bahwa sungguh seorang hamba tidak akan bisa terlepas dari kebutuhan kepada (limpahan) karunia-Nya meskipun (hanya) sekejap mata”.
Maka berdoa kepada Allah Azza wa Jalla dengan memperlihatkan ketundukkan dan ketergantungan kepada-Nya adalah sebab perhatian dan pemuliaan Allah Azza wa Jalla kepada hamba-hamba-Nya [10], sebagaimana dalam firman-Nya:
قُلْ مَا يَعْبَأُ بِكُمْ رَبِّي لَوْلَا دُعَاؤُكُمْ ۖ فَقَدْ كَذَّبْتُمْ فَسَوْفَ يَكُونُ لِزَامًا
Katakanlah: “Rabbku tidak mengindahkan kamu, kalau kamu tidak berdoa (dan beribadah kepada-Nya). (Tetapi bagaimana kamu beribadah kepada-Nya), padahal kamu sungguh telah mendustakan-Nya, karena itu kelak (azab) pasti (menimpamu) [Al-Furqan/25:77].
Dalam hadits-hadits lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang agungnya kedudukan doa:
Dari ‘Abdullah bin ‘Abbas Radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seutama-utama ibadah adalah berdoa”[HR. al-Hakim].
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak ada sesuatupun yang lebih mulia bagi Allah daripada doa” [HR. at-Turmudzi dan selainnya].
Semua dalil-dalil di atas menunjukkan bahwa doa adalah ibadah yang paling utama, bahkan merupakan asas dan ruh ibadah. Hal ini disebabkan adanya beberapa keistimewaan yang terdapat di dalam doa, di antaranya:
1. Sesungguhnya di dalam doa terdapat sikap merendahkan diri, memperlihatkan kebutuhan dan ketergantungan kepada Allah Azza wa Jalla .
2. Sesungguhnya ibadah akan semakin sempurna dan tinggi keutamaannya ketika hati semakin khusyu’ dan pikiran semakin fokus, sedangkan doa merupakan ibadah yang paling dekat untuk meraih tujuan agung ini, karena kebutuhan dan ketergantungan seorang hamba akan menjadikan hatinya lebih khusyu’ dan fokus.
3. Sesungguhnya doa mengandung konsekuensi sifat tawakal (penyandaran hati yang benar kepada Allah Azza wa Jalla untuk meraih kebaikan dan mencegah keburukan) dan memohon pertolongan kepada Allah Azza wa Jalla, yang keduanya merupakan ruh ibadah dan ketaatan kepada Allah Azza wa Jalla.
أَقُوْلُ هَذَا القَوْلَ وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ المُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ يَغْفِرْ لَكُمْ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَحِيْمُ .
Khutbah Kedua:
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ عَظِيْمِ الإِحْسَانِ وَاسِعِ الفَضْلِ وَالجُوْدِ وَالاِمْتِنَانِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ؛ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا .
أَمَّا بَعْدُ أَيُّهَا المُؤْمِنُوْنَ عِبَادَ اللهِ:
Ibadallah,
Secara bahasa, doa berarti mencondongkan (memalingkan) sesuatu kepadamu dengan suara dan ucapan darimu.
Adapun secara syar’i, berdoa adalah bermunajat (berucap dengan suara yang pelan) kepada Allah Azza wa Jalla dengan menyeru-Nya untuk memohon sesuatu (kebaikan) dan menolak sesuatu (keburukan).
Atau makna yang lebih lengkap: menyeru kepada Allah Azza wa Jalla dengan ucapan yang mengandung permohonan dan sanjungan kepada-Nya dengan nama-nama-Nya yang maha indah dan sifat-sifat-Nya yang maha sempurna.
Para Ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah membagi doa menjadi 2 macam:
1. Doa permohonan, inilah macam doa yang sedang kita bahas dalam tulisan ini.
2. Doa ibadah dan sanjungan, yang ini meliputi semua jenis ibadah yang disyariatkan dalam Islam, lahir dan batin. Misalnya: shalat, puasa, berdzikir, berkurban, takut, berharap, bertawakal, mencintai dan ibadah-ibadah lainnya.
Dalam hadits shahih yang telah kami sebutkan di atas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Berdoa adalah ibadah” [HR. Abu Dawud dan selainnya].
Hadits ini menunjukkan bahwa doa adalah ibadah agung yang merupakan hak Allah Azza wa Jalla yang murni, dan ini mencakup dua macam doa yang disebut di atas. Maka memalingkan ibadah ini kepada selain Allah Azza wa Jalla atau menyekutukan Allah Azza wa Jalla dengan makhluk di dalamnya adalah termasuk perbuatan syirik besar yang menjadikan pelakunya keluar dari agama Islam yang mulia ini, na’uudzu billahi min dzaalik.
Allah Azza wa Jalla berfirman:
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا إِلَٰهًا وَاحِدًا ۖ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ۚ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ
Padahal mereka tidak diperintahkan kecuali hanya untuk menyembah Ilah (sembahan yang benar, Allah ) Yang Maha Esa; tidak ada Ilah (sembahan yang benar) selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan [At-Taubah/9:31].
Dalam ayat lain, Dia Azza wa Jalla juga berfirman:
قُلْ إِنَّمَا أَدْعُو رَبِّي وَلَا أُشْرِكُ بِهِ أَحَدًا
Katakanlah: “Sesungguhnya aku hanya berdoa (beribadah) kepada Rabb-ku dan aku tidak mempersekutukan sesuatupun dengan-Nya [Al-Jinn/72:20].
Dan ayat-ayat lain dalam al-Qur’an yang menjelaskan larangan keras memalingkan doa kepada selain Allah Azza wa Jalla atau menyekutukan Allah Azza wa Jalla dengan makhluk di dalamnya. Ayat-ayat tersebut sangat banyak dan beragam kandungannya, untuk menggambarkan besarnya keburukan perbuatan syirik ini dan sangat kerasnya ancaman bagi yang melakukannya, wal’iyaadzu billah. Sampai-sampai salah seorang Ulama Ahlus Sunnah berkata, “Kita tidak mengetahui jenis kekufuran dan kemurtadan yang disebutkan dalam dalil-dalil (dari al-Qur’an dan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) seperti (keburukan) yang disebutkan (dalam dalil-dalil tersebut) tentang berdoa kepada selain Allah, berupa larangan (yang keras) dari perbuatan tersebut, peringatan untuk menjauhinya, dan ancaman (keras) bagi yang melakukannya”.
وَصَلُّوْا وَسَلِّمُوْا رَحِمَكُمُ اللهُ عَلَى النَّبِيِّ المُصْطَفَى مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ اللهِ كَمَا أَمَرَكُمُ اللهُ بِذَلِكَ فِي كِتَابِهِ فَقَالَ: ﴿ إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً ﴾ [الأحزاب:٥٦] ، وَقَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: (( مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلاةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا)). اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ .
وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَلْأَئِمَّةِ المَهْدِيِيْنَ أَبِيْ بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ وَعَنِ التَّابِعِيْنَ وَمَنِ اتَّبِعُهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ، وَعَنَّا مَعَهُمْ بِمَنِّكَ وَكَرَمِكَ وَإِحْسَانِكَ يَا أَكْرَمَ الأَكْرَمِيْنَ.
اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالمُسْلِمِيْنَ، اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالمُسْلِمِيْنَ, اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالمُسْلِمِيْنَ، وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالمُشْرِكِيْنَ، وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنَ، وَاحْمِ حَوْزَةَ الدِّيْنَ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ، اَللَّهُمَّ انْصُرْ مَنْ نَصَرَ دِيْنَكَ، اَللَّهُمَّ انْصُرْ إِخْوَانَنَا فِي كُلِّ مَكَانٍ اَللَّهُمَّ انْصُرْهُمْ فِي فِلَسْطِيْنَ وَفِي كُلِّ مَكَانٍ، اَللَّهُمَّ أَيِّدْهُمْ بِتَأْيِيْدِكَ وَاحْفَظْهُمْ بِحِفْظِكَ يَا ذَا الجَلَالِ وَالإِكْرَامِ، اَللَّهُمَّ وَعَلْيَكَ بِاليَهُوْدِ المُعْتَدِيْنَ الغَاصِبِيْنَ فَإِنَّهُمْ لَا يُعْجِزُوْنَكَ، اَللَّهُمَّ إِنَّا نَجْعَلُكَ فِي نُحُوْرِهِمْ وَنَعُوْذُ بِكَ اللَّهُمَّ مِنْ شُرُوْرِهِمْ، اَللَّهُمَّ آمِنَّا فِي أَوْطَانِنَا وَأَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلَاةَ أُمُوْرِنَا وَاجْعَلْ وِلَايَتَنَا فِيْمَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ وَاتَّبَعَ رِضَاكَ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ. اَللَّهُمَّ وَفِّقْ وَلِيَ أَمْرِنَا لِمَا تُحِبُّ وَتَرْضَى وَأَعِنْهُ عَلَى البِرِّ وَالتَّقْوَى وَسَدِدْهُ فِي أَقْوَالِهِ وَأَعْمَالِهِ وَأَلْبِسْهُ ثَوْبَ الصِحَّةَ العَافِيَةَ وَارْزُقْهُ البِطَانَةَ الصَالِحَةَ النَاصِحَةَ، اَللَّهُمَّ وَفِّقْ جَمِيْعَ وُلَاةَ أُمُوْرِ المُسْلِمِيْنَ لِلْعَمَلِ بِكِتَابِكَ وَاتِّبَاعِ سُنَّةِ نَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَاجْعَلْهُمْ رَحْمَةً وَرَأْفَةً عَلَى عِبَادَكَ المُؤْمِنِيْنَ.
اَللَّهُمَ آتِ نُفُوْسَنَا تَقْوَاهَا زَكِّهَا أَنْتَ خَيْرَ مَنْ زَكَّاهَا أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلَهَا، اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الهُدَى وَالسَّدَادَ، اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ مِنَ الخَيْرِ كُلِّهُ عَاجِلِهِ وَآجِلِهِ مَا عَلِمْنَا مِنْهُ وَمَا لَمْ نَعْلَمْ، وَنَعُوْذُ بِكَ مِنَ الشَّرِّ كُلِّهِ عَاجِلِهِ وَآجِلِهِ مَا عَلِمْنَا مِنْهُ وَمَا لَمْ نَعْلَمْ، اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدَيْنَا وَلِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمُسْلِمَاتِ وَالمُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَاتِ اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ إِنَّكَ أَنْتَ الغَفُوْرُ الرَحِيْمُ. وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ.
[Diadaptasi dari tulisan Ustadz Abdullah bin Taslim al-Buthoni di majalah As-Sunnah Edisi 08/Tahun XX/1438H/2016M].
Artikel asli: https://khotbahjumat.com/4919-berdoalah-kepadaku-niscaya-aku-kabulkan.html